Ternyata Gelar: GUSTI AGUNG pertama kali di Bali, disandang oleh leluhur Pasek yaitu oleh Ki Patih Wulung dengan Abhiseka : KIYAYI GUSTI AGUNG PASEK GELGEL. Beliau di anugrahi Gelar Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel oleh Ratu Tribuwana Tungga Dewi dari Majapahit untuk menjadi Adhipati Bali th. 1343 -1352.::: Setelah kerajaan Baliage kembali ditundukkan untuk ke 2 kali nya oleh dinasty Rajasa.
SETELAH KYAI IGUSTI AGUNG PASEK GELGEL DIANGKAT JADI ADIPATI DI NUSA BALI DIBERIKAN PERINTAH OLEH RAJA MAJAPAHIT LEWAT PATIH GAJAH MADA UNTUK MEMELIHARA GUMI BALI MELANJUTKAN PEMBANGUNAN PURA BESAKIH YG MASIH BERUPA TURUS LUMBUNG. NAMUN DALAM PERJALANAN TERUS TERJADI PEMBERONTAKAN OLEH KETURUNAN2 RAJA BALI SEPERTI PEMBERONTAKAN DALEM TETUKA, PEMBERONTAKAN DALEM ULARAN DLL. GUMI BALI TIDAK AMAN2. MENGHADAPLAH IGUSTI AGUNG PASEK GELGEL KE TEMPATNYA PATIH GAJAH MADA MENYERAHKAN MANDAT ADIPATI DAN MEMOHON AGAR ADA YG DITETAPKAN SEBAGAI PENGUASA DIBALI KARENA IA METADA SUDAH TIDAK MAMPU TERUS ADA PEMBERONTAKAN PENYEBABNYA SALAH SATU ADALAH ORANG BALI SAAT ITU MENGANGGAP TIDAK DIPERHATIKANNYA PEMBANGUNAN PURA BESAKIH DARI DULU,MASIH TETAP TURUS LUMBUNG. GAJAH MADA BERPIKIR SIAPA YG COCOK DIJADIKAN RAJA DIBALI ? AKHIRNYA PILIHANNYA JATUH PADA KETURUNAN BRAHMANA YAITU SRI EMPU KETUT KRESNA KEPAKISAN TURUNAN DARI MPU BRADAH, DIRASA COCOK KARENA MASIH ADA PERSAUDARAAN DENGAN ORANG2 BALI SEBAB ORANG2 BALI KEBANYAKAN KETURUNAN MPU GNIJAYA, MPU BRADAH ADALAN SAUDARA PALING KECIL DARI MPU GNIJAYA YG BERSAUDARA LIMA YAITU MPU GNIJAYA BERPARHYANGAN DI LEMPUYANG, MPU SEMERU BERPARHYANGAN DI BESAKIH, MPU GANA BETPARHYANGAN DI PURA DASAR BUANA GELGEL BUKAN DI PUNDUK DAWA, MPU KUTURAN BERPARHYANGAN DI PURA SILAYUKTI PADANGBAI, DAN MPU BRADAH KEMBALI KEJAWA DI BALI PUNYA PARHYANGAN PURA TAMANSARI PADANGBAI BERSEBELAHAN DGN PURA SILAYUKTI. AKHIRNYA SETELAH DIANGKAT ADIPATI BARU DIBALI DARI KETURUNAN MPU BRADAH BALI MENJADI AMAN DAN PUNCAKNYA PADA SAAT DALEM WATURENGGONG BERKUASA, DARI DALEM SRI KRESNA KEPAKISAN MENURUNKAN 3 PUTRA YAITU DALEM ILE, DALEM TARUKHAN, DALEM KETUT NGULESIR
ada di Babad Pasek versi terjemaha I Gst.Bgs Sugriwa....ada juga di Babad Brahmana (mesti disinggung sedikit) ada juga di Babad Bendesa Manik mas...ada juga di babad pulasari yg di gelar oleh ide Bhegawan Dwija...ada juga munggah.di pradasti Alas Purwa:::: CUMA diperlukan Ketelitian Membaca setiap Tulisan Babad itu..
I Nyoman Mudiarcana khusus yang ditelusuri dari berbagai babad itu.Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel.Ki Patih Wulung. Rare Angon.....
Babad kebenaran nomor 5 (lima) setela Prasasti, Purana, Piagem, Piagem, Prakempa dana Babad ,,nomor 6 hasil deskripsi para sarjana ,, semua data mempunyai nilai yg berbeda ,,
Prasasti adalah aturan resmi pemerintahan yg keluar pada zamannya, yg jelas hari, tgl, bulan, tahun nama raja, nama pendeta, nama bawahan, seperti para mahapatih, para tetua desa dlll untuk perluasan desa atau perubahan satatus tempat menjadi tempat suci, ttg pajak dll ,, termasuk nama penulis prasasti itu ,, Prasasti berbahan logam, tembaga, perunggu, perak, batu ,, dan ditempatkan di suatu pura menjadi sungsungan umat sekitarnya ,,
Sedangkan Purana adalah menceritakan silsilah raja2 dahulu dan peristiwa yg dilakukan ,, masa berkuasa, nama setelah jadi raja ,, nama setelah menjadi orang suci dan nama setelah meninggal pun tercatat ,, purana ini tersimpan di pura jagat terlihat jelas siapa yang mengempon, nama palinggih nama dewata dan nama pangemong (terlihat dgn jelas) ,, purana berbahan daun lontar menjadi pedoman suatu pura ,,
Piagem, adalah pegangan kelompok warga/ klen/ soroh berbahan daun lontar, tercatat dgn jelas silsilah nama2 leluhur yg hidup pada zamannya dan pristiwa yg dilakukan begitupn nama abiseka setelah jadi penguasa dan menjadi pendeta dan sebagainya menjadi pedoman dalam klompok warga tertentu ,,
Prakempa adalah pegangan klompok warga/ klen/ soroh yang menceritakan sekelumit ttg leluhurnya yg ada di desa setempat ,,
Sedangkan Babad adalah pegangan seseorang yg ditulis belakangan menceritakan ttg propaganda bisa memgkritisi penguasa dsbanya yg tak jelas sumber datanya dan bukan menjadi pegangan secara umum ,,
Jadi data satu dgn data yg lain harus sinergis atau saling menceritakan ,, jika tidak nyambung maka data itu mengambang ,, tertulis didalam babad tetapi tidak tercatat dlm Purana Bali Dwipa, atau purana pura2 jagat lain maka data itu tidak berarti alias ngambang ,, bila tercatat dlm purana pura tetapi tidak tertulis dlm Prasasti yg dikeluarkan oleh raja/ penguasa maka perlu diteliti lagi yg kadang2 nama keluarga setelah menjadi raja akan berganti sesuai gelar yg diberikan oleh pendeta kerajaan ,, begitupun setelah jadi raja mengikuti hidup suci akan berganti nama pula ,,
Pasek dalam purana manapun belom tyg temukan acuannya ,,
TIDAK BENAR Majapahit menyerang Bali secara besar2an membawa 35 ribu pasukan ,, Sejarah niki harus pakta lapangan ,, kalau agama ranahnya di atas langit alias awang2 ,, tak ada satupun agama yg bisa menghadirkan sang pencipta alam semesta yg disebut Tuhan, God, Allah, Hyang Widhi dan apaun sebutannya ,,
Jika BENAR majapahit menyerang bali dgn ribuan pasukan menyerang dari 3 arah jimbaran, buleleng dan tianyar yg dipimpin oleh para ARYA ini dan bali kalah, pertanyaanya sisa tentara Majapahit yg masih hidup dan menetap di bali masuk soroh apakah nereka dimana pura kawitannya ,, yg selama ini hanya para Arya tercatat jelas yg jumlah 14 lalu tentara mereka dimana??
Jika terjadi pertempuran tentu banyak yg gugur ,, dimanakah kuburan massalnya atau monumen untuk mengenang ROH para prajurit majapahit itu ,, masak tidak dibuatkan pura untuk arwah prajurit itu ??
Jika majapahit yg menang tentu nama orang dan nama tempat sesuai nama orang berbau jawa ,,??
Yg diserang oleh majapahit adalah agamanya/ puranya ,, bukan adu fisik seperti dalam babad
kata pasek ini muncul belakangan setelah kerajaan semara pura atau kerajaan klungkung bukan era udayana th 1000 ,, dalam buku proyek pemerintah bali dgn australia berjudul Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali oleh Thomas A. Reuter terjemah oleh Drs Inyoman Dharma Putra meyebutkan ,,
Para Arya Majapahit melakukan pendekatan kepada tetua lokal Bali melalui utusan yang telah direkrut untuk disampaikan ke desa-desa yang disebut Pasek yang artinya paek, parek (orang biasa) yaitu masyarakat Bali yang dekat dengan penguasa, dalam Buku Custodians of the Sacred Mountains (Thomas Reuter, 2005 : 268) penyunting Drs. I Nyoman Dharma Putra disebutkan Pasek ada dua faksi yaitu Pasek yang loyal terhadap Kerajaan Gelgel dan Pasek yang loyal dengan Bali Mula. Pasek yang masih loyal dengan Bali Mula yang berpusat di Blahbatuh (Pura Gaduh). Pemujaan Kawitan semestinya nama leluhur (nama orang) yang pernah hidup pada zamannya dan mempunyai jasa untuk dikenang masa kini. Bendesa, Penyarikan, Kubayan, Pande, Dukuh, Juru Alas, Senapati dan lainnya adalah nama kelompok pekerjaan/ tugas yang diemban, bukan nama orang (kawitan).
propaganda kerajaan untuk memecah belah rakyat bali ,, menjadi wong jaba dan wong jero ,, jank bali wong jaba dan nak jawa arya majapahit wong jero ,,
logika gen ,, jika bendesa, kubayan, pande, juru bahu juru alas ,, senapati dan jabatan lain ,, lalu masyarakatnya masuk SOROH NAPI Jro ?? masak cuma itu aja ada soroh2
ADA Dua data yg menyebutkan setelah kebo iwa dipecundangi oleh gajahmada lalu majapahit menyerang bali yaitu babad pasek menyebutkan diberikan oleh raja tribuanadewi yaitu kiayi agung pasek gelgel ,,sedangkan data prasasti Dalem Sagening disebutkan yg kejawa adalah dukuh sagening dan dukuh sakti ,,
lalu ,,
dilapangan tidak betul alias tidak nyambung yg benar niki ,,
Analisa penulis, penyerangan Bali oleh Majapahit bukan melalui pertempuran secara besar-besaran, dari kekuasaan Dalem Sagening sampai Dalem Baturenggong masyarakat Bali masih waspada dan menungu komando dari Ki Pasung Giri yang menjadi andalan Bali setelah wafatnya Kebo Iwa di Jawa. Para Arya Majapahit mempunyai upaya mempengaruhi rakyat Bali dengan mendekati Ki Pasung Giri dan berhasil, terjadi kesepakatan untuk mengangkat adiknya yang kedua bernama Sri Giri Ularan (Gusti Ularan) menjadi mahapatih Agung di kerajaan Dalem Baturenggong. Pengangkatan putra Sri Rigis dari Desa Gamongan ini untuk meredam kemarahan masyarakat Bali, paska transisi pemerintahan Bali ke Jawa.
Dengan pengangkatan tetua lokal menjadikan mereka sebagai penguasa di wilayah masing-masing, diangkat sebagai bendesa untuk desanya masing-masing, Kemudian wilayah Jimbaran setelah wafatnya Ki Tambyak seperti yang tertulis dalam Piagem Dukuh Gamongan halaman 17b -18a, diceritakan treh Sri Karang Buncing, di zaman pemerintahan Sri Kresna Kepakisan Baturenggong, menganugrahkan kepada Bandesa Karang Buncing Kuta, sebagai pucuk pimpinan mewilayahi sampai di Jimbaran, serta Bandesa Silabumi, Bandesa Seraya, Bandesa Sege, Bandesa Garbawana, Bandesa Ujung, Bandesa Tumbu, Bandesa Bugbug, Bandesa Asak, Bandesa Timrah, Bandesa Prasi, Bandesa Subagan, juga Bandesa Sibetan, memang keturunan Karang Buncing, merupakan wakil dari Kerajaan Batahanar (Badhahulu).
ngiring cek di lapangan Pura Lempuyang Madya Gamongan yg diambilalih oleh MGPSSR th 2003 yg lalu data pembenarnya adalah Babad ,, Dalam Purana Pura Lempuyang tidak ada kata2 pasek atau turunannya tertulis didalamnya ,, karena penguasa pasek berkuasa jagat karangasem akhirnya terjadi pengambilalihan secara paksa ,,
lalu kapan perubahan nama para arya majapahit ini menjadi nak agung, gusti agung, cokorda, dewa, dalem , dllll Jro makabehan ,,
niki malih babad Purana Pura Luhur Pucak Kembar, Babad Dalem Batu Kuub, Babad Batu Aji, Prasasti Dalem Putih Jimbaran, Purana Pura Natar Bolong, Dalem Putih dan Dalem Selem adalah Saudara Kembar dan Jejak-Jejak Perjalanan Dalem Putih dan Dalem Selem Menjadi Nama-Nama Desa di Bali.
Purana-purana tersebut diatas isinya hampir sama, yang berbeda adalah judul dan bahasa yang dipakai, ada memakai Bahasa Jawa kuno, Jawa Tengahan, Bahasa Bali kekinian dan Bahasa Indonesia. Salah satu Purana Pura Luhur Pucak Kembar disalin dan diterjemahkan oleh I Ketut Sudarsana dan I Gusti Ngurah Oka Anom, Desa Adat Pacung, Baturiti, Tabanan, dalam Bahasa Indonesia berikut:
Tersebutlah pada jaman dahulu saka 135 atau tahun 213 Masehi, Sanghyang Pasupati beryoga di Gunung Rajya, setelah yoganya mencapai tingkat kesempurnaan, makanya yoganya dilemparkan ke sebuah sungai yang berbatu, menyebabkan gempa yang sangat dahsyat secara terus menerus, kemudian dari batu yang ada di sungai lahirlah anak kecil kulitnya hitam legam, dan dari riak air yang mendidih lahir pula seorang bayi warna kulitnya putih. Menurut purana peristiwa tersebut terjadi di sungai Limpar dan menurut Kunalini Tattwa sungai Limpar adalah sungai Unda, disanalah bayi itu berdua hidup menikmati keindahan sungai dan semak belukarnya. Saking asyiknya bermain tidak dirasakan menyusup sampai ketengah semak belukar, yang dihuni oleh seekor Lembhu, seraya menyapa: Ya tuanku berdua, siapakah gerangan orang tuamu? Anak kecil itu lalu menjawab, maafkan aku Lembhu, aku tidak tahu dengan bapak dan ibuku, aku tidak tahu dari mana asal usulku, demikian jawabnya. Ki Lembhu akhirnya memberikan penjelasan, bahwasannya tuanku adalah putra Sanghyang Pasupati, tuanku bernama Dalem Kembar (Dalem Ireng dan Dalem Sweta), kisah tentang kelahiran tuanku berdua yaitu tuanku yang lahir dari batu disebut Dhalem Ireng, dan tuanku yang lahir dari buihnya air sungai disebut Dalem Sweta, itulah sebabnya paduka disebut Dalem Ireng dan Dalem Sweta, namun ijinkan saya memberikan nasehat kehadapan paduka berdua bahwasannya paduka berdua tidak seyoyanya memerintah bersama-sama, yang patut memegang tapuk pemerintahan adalah paduka Dalem Ireng, sebab paduka adalah penjelmaan Sanghyang Wisnu sudah sewajarnya
nika pakta babad jro ,, kalau memang status ini th 1343 dimanakah kerajaannya ,, apakah ada prasasti yg dikeluarkan? ,, nyatanya dilapangan masih sameton karang buncing yg menjadi bendesa wilayah kuta jimbaran, dan desa2 yg ada di karangasem klungkung ,, kalau memang kepakisan jadi raja siapakah mahapatihnya ,, dan peninggalan sejarahnya mana ,, setelah 100 th baru kresna kepakisan waturenggong yg berkuasa itupun setelah mengawini putra putri raja bali , tepatnya era jelantik baru muncul konsep2 pura, konsep kawitan momsep kahyangan tiga ,,
dikala kresna kepakisan waturenggong yg jadi patih adalah orang bali yaitu sri giri ularan berasal dari gamongan nama lain gusti ularan ,,
Dalam buku Sejarah Bali Dwipa oleh ND. Pandit Shasri (1963:53) tertulis, Hal yang perlu diingat ialah bahwa prasasti-prasasti yang berhubungan dengan diri Mpu Bharada yang dihubungkan dengan diri Mpu Kuturan, tidak ada dikeluarkan pada zaman orangnya sendiri. Prasasti yang didapatkan di Jawa Timur (Aksobyah) ber-angka tahun 1289 Masehi bertentangan dengan keterangan yang menyatakan bahwa beliau itu datang pada zaman pemerintahan raja Sri Udayana.
Kalau ditarik periode tahun kedatangan Mpu Kuturan tiba di Bali, Isaka 923/1001 Masehi dan dihubungkan dengan kedatangan Mpu Gnijaya pada tahun Isaka 971/1049 Masehi, terdapat tenggang waktu yang sangat mencolok sekali selama 48 tahun. Mungkinkah periode selama 48 tahun pendeta Mpu Gnijaya baru tiba di Bali?
Sedangkan dalam bagan silsilah MGPSSR, Mpu Bharadah yang datang ke Bali pada era keberadaan Mpu Kuturan tahun Isaka 923/1001 Masehi, menurunkan putra Mpu Bahula, menurunkan putra Mpu Tantular (Mpu Wiranatha), menurunkan putra Danghyang Smaranatha, menurunkan putra Mpu Nirarta yang tiba di Bali tahun Isaka 1382/1460 Masehi. Jadi interval waktu selama 460 tahun, mungkinkah Mpu Baradah hanya menurunkan empat generasi saja?
Dalam catatan prasasti raja-raja Bali-Kuno, penulis belum menemukan Mpu Kuturan menjadi pendeta kerajaan Sri Dharmma Udayana Warmmadewa yang berkuasa pada era itu. Jabatan pendeta hanya dikeluarkan oleh para sekte/agama yang berkembang pada zaman itu, misalnya: pengikut Sekte Siwa pendetanya disebut dang acharya, Sekte Budha pedetanya disebut dang upadyaya, Sekte Waisnawa pendetanya disebut rsi bhujangga dan lain sebagainya. Disamping itu, untuk menjadi orang suci berdasarkan garis keturunan (Sapinda) misalnya, raja Sri Gnijaya setelah memerintah melakukan hidup suci (wanaprasta) di Lempuyang tetap memakai nama Gnijaya, begitu pun yang melanjutkan pertapaan setelahnya yaitu Sri Maha Sidhimantra Dewa, Sri Indracakru, Sri Pasung Grigis, Sri Rigis, Sri Pasung Giri tanpa amari aran atau berganti nama..
Versi Bali menyebutkan Senapati Kuturan adalah sebuah jabatan mahapatih kerajaan (bukan nama yang menjabat, pejabat), secara stuktural langsung dibawah raja dan bertanggung-jawab atas tempat pemujaan raja yang ada di wilayah Kuturan / Kutur.
Kata senapati berasal dari bahasa sanskerta sena dan pati. Sena berarti tentara sedangkan Pati berarti raja. Jadi senapati berarti raja atau pemimpin tentara. Terdapat beberapa jabatan senapati yang dikenal pada masa pemerintahan Bali Kuno antara lain, Senapati Balembunut, Senapati Dinganga, Senapati Denda, Senapati Mahiringin, Senapati Sarbwa, Senapati Kuturan, Senapati Waransi, Senapati Wrasanten.
mengenai lempuyang ,,Kontroversi antara Mpu Kuturan dengan Senapati Kuturan
Argumentasi lain yang menyebutkan Mpu Kuturan datang di Bali pada zaman pemerintahan Sri Dharmmodayana Warmadewa, dan beliau banyak membangun tempat suci (pura) yang ada di Bali, juga terdapat beberapa silang interpretasi yang berbeda-beda terhadap argumentasi tersebut, sedikit komparasi antara:
Versi Jawa, menyebutkan Mpu Kuturan adalah seorang pendeta atau rohaniawan berasal dari Majapahit (Usana Bali) dan referensi lain menyebutkan keberadaan beliau Mpu Kuturan yang bersaudara kandung dengan Mpu Genijaya, Mpu Ghana, Mpu Semeru, Mpu Bharadah yang hidup pada zaman pemerintahan Airlangga tahun 1019. Mungkinkah seorang resi membangun pura pura yang ada di Bali? Karena seorang resi (pertapa) berusaha hidup melepaskan keterikatan duniawi dan hidup dari hasil pajak kerajaan. Mengapa konsep yang dibuat oleh Mpu Kuturan dalam penataan tempat suci (pura) yang ada di Bali tidak lazim terdapat di Jawa, seperti ada Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem, Pura Panti, Pura Segara, Pura Tambak Kurung atau dengan perkataan lain, terdapat pemujaan berdasarkan atas karakteristik atau sifat kekhasan dari pura tersebut, yaitu ada Pura Umum (Sad Kahyangan, Kahyangan Jagat), Pura Teritorial (Kahyangan Desa), Pura Fungsional (Pura Subak, Pura Melanting, Pura Sagara, dll), Pura Kawitan (Sanggah Kamulan, Pura Ibu, Pura Panti, Pura Dadya).
Pada zaman pemerintahan raja-raja Bali Kuno, pertapaan para pendeta hidup dari tunjangan hasil pajak yang diberikan oleh raja. Para pendeta kerajaan diangkat dan diberikan wewenang untuk mengurus pertapaan dan tempat pemujaan raja oleh raja yang berkuasa pada saat itu, begitupun sebaliknya seorang raja akan diangkat dan disahkan serta diberikan gelar ke-dewa-an oleh para pendeta kerajaan. Raja Bali Kuno pada akhir pemerintahan bersifat konsisten menjalani kehidupan wanaprasta yaitu melepaskan keterikatan dunia materi, dengan hidup menyepi atau pergi ke tempat yang lebih tinggi (gunung) untuk mencari keagungan Tuhan. Sedangkan Mpu Kuturan banyak disebut-sebut dalam Usana Bali yang ditulis setelah Bali ditaklukkan oleh Majapahit.
Menurut Prasasti Dadya Pajenengan dan Prasasti Pasek Bandesa, alih aksara lontar Kantor Dokumentasi Budaya Bali tahun 1998, menjelaskan, dari Batara Brahma lahir seorang putra bernama Brahmana Pandita nama lain Mpu Witadharma menurunkan seorang putra bernama Mpu Wiradharma menurunkan tiga orang putra, yang sulung bernama Mpu Lampita, yang menengah Mpu Adnyana, paling bungsu bernama Mpu Pastika. Mpu Lampita melahirkan dua orang putra, yang sulung bernama Mpu Pakuturan dan adiknya bernama Mpu Pradah. Jadi Prasasti ini bertentangan dengan Bancangan Pasek Gelgel diatas, dimana Mpu Lampita menurunkan lima orang putra yaitu Brahmana Pandita (Mpu Gnijaya), Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, Mpu Bradah, sedangkan dalam prasasti Dadya Pajenengan dan Prasasti Pasek Bandesa menurunkan dua putra, Mpu Pakuturan dan Mpu Pradah, tidak muncul nama Mpu Ghana, Mpu Semeru, dan Mpu Gnijaya.
Dalam Babad Pasek yang disusun oleh Jro Mangku Ketut Soebandi (2004:20,36), Mpu Kuturan muncul dua periode yaitu zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmmadewa tahun Caka 923/1001 Masehi dan pada zaman pemerintahan Raja Sri Masula Masuli tahun Caka 1246/1324 Masehi.
Dalam lontar Raja Purana Pura Lempuyang, Gamongan, muncul Mpu Kuturan bersama keturunan Sri Pasung Grigis dan Sri Jaya Katong sekitar tahun 1324 Masehi, dan banyak opini masyarakat Mpu Kuturan identik dengan Senapati Kuturan (Versi Bali).
Dalam dongeng serat calon arang yang digubah tahun 1540 menceritakan kejadian lima ratus tahun yang lalu, Mpu Baradah diutus oleh raja Erlangga datang ke Bali untuk menawarkan salah satu anaknya menjadi raja di Bali, karena anak beliau mempunyai hak waris menjadi raja Bali. Sebelum Mpu Baradah menemui sang raja, secara protokoler, seorang tamu wajib mengikuti aturan-aturan yang ditentukan oleh penguasa Bali saat itu. Proses Mpu Baradah sebelum menemui sang raja diwajibkan menghadap sang senapati (mahapatih) sebagai panglima perang saat itu. Yang pada saat itu diterima oleh sang Senapati Kuturan. Tidak secara tegas menyebutkan siapa nama pejabat Senapati Kuturan saat itu.
RUMUS atau Dalil untuk menentukan paling simalu ada di bali atau pernah leluhurnya menjadi penguasa ,,
Beberapa sumber yang menjadi rujukan dalam penulisan awal sejarah Pura atau Desa di Bali yaitu,
1) Bersumber dari catatan tertulis berupa prasasti, purana, piagem, prakempa dan babad yang menjadi milik pura atau catatan tertulis yang terdapat di lain tempat yang menerangkan asal usul desa atau tempat suci itu dan seluruh data tersebut mempunyai nilai yang berbeda.
2) Berdasarkan Tri Hita Karana yaitu tentang tata letak tempat antara parahyangan, pawongan dan palemahan atau dengan perkataan lain batas antara kawasan suci (parhyangan, ulu desa), kawasan pemerintahan/ penduduk (pawongan) dan kawasan kuburan (palemahan). Penduduk yang tinggal paling dekat dengan Pura Desa biasanya mempunyai hubungan historis langsung. Pada zaman dahulu tempat tinggal para penguasa di sekitarnya berdiri Pura Desa, Pura Puseh, Sekolah, Banjar, Pasar, dan fasilitas umum lainnya. Hubungan manusia dengan manusia yaitu hubungan manusia dengan kelompok pekerjaan akan muncul Bale Banjar, sekaa dan kelompok pekerjaan lainnya. Hubungan manusia dengan palemahan (kuburan) akan kelihatan di sisi sebelah mana keluarganya di kuburkan apakah di luwan atau di teben, sang penguasa posisi kuburannya di tempakan di luwanan atau mempunyai tradisi khusus bila keluarganya meninggal.
3) Berdasarkan nama-nama palinggih yang ada di halaman utama pura misalnya, di halaman pura berdiri palinggih atas nama leluhurnya atau di pura ada nama pura pasimpangan pura lain.
4) Berdasarkan pemangku yang secara turun temurun mengabdi di pura itu, kemungkinan tanah pura berasal dari keluarganya, atau leluhurnya sebagai penguasa awal di tempat itu.
5) Berdasarkan ragam hias atau relief yang menjadi ornament pura dan tinggalan artefak lain.
6) Berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK), jumlah KK dalam merajan gede paling banyak tentu mereka yang lebih dahulu berada di tempat itu.
7) Berdasarkan hubungan abstrak ke pura yang lebih tinggi kedudukkannya dalam nunas tirta jika ada upacara pujawali, atau yang menjadi sadeg desa berasal dari keluarga leluhur pendiri tempat itu,
Mpu Gnijaya tiba di Bali th 1006 M.. Ki Patih Ulung (dh Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel ber kepatihan di Gelgel..sedang ayahnda nya (mpu Dwijaksara) berasrama di Bekas parahyangan Mpu Gana....kemudian dijaman dalem ketut ngelusir dijadikan pura Dasar Buwana Gelgel dan pusat kerajaannya dipindah dari Samplangan ke Gelgel
tiang tertarik dgn Kata Pasek itu sama dgn paek dan Parekan seperti legitimasi saat ini, seperti juga uraian Jro.
Tapi tiang diberikan pemahaman yg berbeda krn semua itu ditulis dlm aksara bali dimana huruf Sa dan Ca, itu hampir sama hanya beda lengkungan di belakangnya
Sejati Pasek itu adalah Pacek krn kesalahan dlm membaca huruf Ca menjadi Sa, dimana Pacek artinya penguasa bukan paek atau parekan seperti yg jro uraikan diatas...
Semoga yg memberikan tiang penjelasan yg tdk saya kenal tsb salah
th. 1324 M prabu Jayanegara mengangkat bethare Sri Mahaguru dari dinasty Warma untuk menggantikan Kebo parud M. dan mengangkat Mpu Dwijaksara menjadi Bhagawanta dan Mpu jiwaksara menjadi patih mendampingi Bethare Sri Mahaguru ( 1324 -1328). terus Bethare Sri mahaguru diganti oleh Sri Wilajeng Kertaningrat sampai th 1335.M.. terus di ganti Sri Astasura RBB...terus.Sri Astasura Tidak mau tunduk pada majapahit...sehingga beliau diturunkan paksa dan di gantikan oleh Ki Patih Ulung ( Mpu Jiwaksara) dengan abhiseka Kiyayi Gusti Agung PG I ber kedudukan di Gelgel...kemudian di ganti Sri krsna k berkedukan di samplangan...terus dipindahkan ke gelgel krn kepatihan gelgel lebih maju.dibanding samplangan.
Karena beliau tdk mamapu menyatukan sekte di bali...balintetap byuta...tdk aman karena aliran sekte..maka di tari kembali ke jawa..dan di gantikan oleh shri khresna kepakisan..menjadi raja bali..dan kemydian mengundang kembali Empu kuturan untuk menyatukan umat sekte di pesamuan tiga giayar..sekarang menjadi pura pesamuan tiga...
Sesuhunan.sesuwunan..Gusti itu sama bahasa jawa kuno..orang yg di agungkan...maka di bali jadilah anak atau seseorang yang di Agungkan oleh rakyat...saat jaman itu...pada jaman krajaan.
Kiyai..sebenarnya adalah ki ya yi..adik yang disayang...dibali rai...jawa kuno sansekerta yayi..ki menunjukan laki laki..ni menunjukan wanita....
Bukan sebagai adipati....tapi sebagai pejabat sementara atas kekosongan pemerintahan di bali setelah bali kalah dan tunduk atas majapahit...sementara gajah mada balik ke majapahit dan rembig dengan para petinggi kerajaan majapahit tuk memilih pemimpin perwakilan majapahit di bali.setelah di putuskan putra dari Guru gajah mada sendiri yaitu Shri Kreshna kepakisan yg cocok memimpin bali sebagai adipati perwakilan majapahit di backup oleh para arya ksatryaning dalem majapahit.teemasuk disana kyai rakrian gusti agung patih wulung...
Pangeran Bendesa Manik Mas adalah Putra ke 2 dari Ki Patih Wulung ( dh.Mpu Jiwaksara dh. Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel)... Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel pargi meninggalkan Gelgel menuju desa Mas disertai istri dan anak ke.2 nya yang kemudian dikenal dengan nama Gusti Pangeran Bendesa Manik Mas, setelah meletakkan jabatan Patih Agung nya dan digantikan Nyuh Aya ( Sri Nararya Kresna Kepakisan). Sedangkan anak Tertuanya yang bernama Gusti Smaranata tetap di Gelgel mendapingi Sri Krsna kepakisan
Kiyayi Patih Tangkas Koriagung hidup semasa Kumpi dari kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I ( th. 1300- 1370 M) yaitu Anak dari Rare Angon - dimasa setelah Dalem Waturenggong ( abad 14 -15) Silsilahnya sbb : Ki Patih Wulung (dh Mpu Jiwaksara dh Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I) berputra 4 orang dari 2 istri yaitu 1. Gusti Smaranata tetap di gelgel. 2. Gusti Pangeran Bendesa Manik Mas yg ikut ke Desa Mas dan 3. Pasek gelgel Songan ler peken dan 4 pasek gelgel songan kidul peken...anak no 3 dan 4 beribu kan Luh madri putri ki Taruhulu di kayu selem...::: Gusti Smaranata di gelgel berputra Gusti Rare Angon....gusti Rare Angon menikahi sepupunya yg ada di desa Mas yg bernama Made manikan manik mas ( sedangkan adiknya yg bernana Nyoman Genitri Manik Mas dinikahi Ide Danghyang Nirarta)) :::: dari perkawinan ini lahir seorang putra diberi nama Ki Gusti Agung pasek Gelgel (IV)...Ki gusti Agung pasek gelgel IV inilah yg menikah dg putri dari tangkas kori agung.
Ki Patih Wulung adalah Patihnya Sri Tapohulung.::: Sri Tapohulung adalah Sri Astasura Ratna Bumi Banten yg tidak mau mengakui Majapahit sebagai raja atasan....Seperti di catat dalam sejarah...Dinasty Warma dipulihkan di bali th 1324 M dengan mengangkat Bethare Sri Mahaguru sebagai raja dan didampingi Mpu Dwijaksara dan Mpu Jiwaksara keduanya di utus dari wilwatikta..Mpu Dwijaksara jadi Bhagawanta sedagkan mpu jiwaksara jadi Patih dengan gelar Ki Patih Wulung.
Ki Patih Ulung bersama Ayahndanya yang bernama Mpu Dwijaksara Tiba di Bali th 1324 M untuk mendampingi Raja Bethare Sri Mahaguru (dinasty Warma) yang di pulihkan kedudukannya Oleh JAYANEGARA dari Majapahit setelah 40 tahun di pimpin Kebo Parud Makakasir>>> BALI saat itu HANYA ada 1 kerajaan di bawah Kontrol Singhasari (karena Bali sudah dikalahkan oleh Kertanegara th 1284 M) kemudian Singhasari diganti Oleh Majapahit.
Lebih dahulu Ki Patih Ulung>>>Ki Patih Ulung tiba di Bali th 1324 M atas Perintah prabu Jayanegara dari majapahit atas usul patih Gajah Mada, setelah gajah Mada berhasil mengalahkan pemberotakan Ra Kuti th 1319 M>>> Patih Ulung Menjadi Patih mendampingi raja Bethare Sri Mahaguru (1324-1328 M) dari dinasty warma yang dipulihkan kedudukannya setelah 40 th Bali dipim0i9n oleh Kebo Parud makakasir dari Singhasari. saat Itu Ki patih Ulung menyertai Ayahndanya yang bernama Mpu Dwijaksara yang diangkat menjadi bhagawanta kerajaan di Bali ( kjemudian membangun Pura dasar Buwana gelgel). Usia Ki patih ulung th 1324 M masih sangat muda, sekitar 24 tahun an>>> dan tahun 1343 M (usia sekitar 43 Th) diangkat menjadi Adipati Bali dengan Gelar Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I hingga tahun 1352 M>>> kemudian Kiyayi Gusti Agung Pasek gelgel I diganti kan oleh Sri Krsna kepakisan mulai th 1352 M- 1358 M).
ada satu Arya yg dikasih kekuasaan di Tabanan, yaitu Kyai Anglurah Nararya Kenceng turunan dari Arya Damar Adityawarman yg merupakah dinasty Warman. karena politik Gajahmada makanya trah Warma tidak ditunjuk sebagai adipati Bali dan menunjuk brahmana sebagai raja. disinilah putusnya dinasty Warman di Bali sejak mulainya Dinasty pertama Warmadewa